A. Pengertian
- Robekan
Perinium
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin
melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensia suboksipito bregmatika.
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang
membentuk perinium (Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan anus,
panjangnya kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang terutama
menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis terdiri
dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta
selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk otot
yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari
permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut
ini: di sekitar vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk
keduanya, pada persatuan garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan
garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis
terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara
tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma urogenital terdiri dari
muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan
selubung fasia interna dan eksterna (Cunningham, 1995).
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak
antara anus dan vagina diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu
bulbokavernosus, muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani
eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung
utama perinium, sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi
yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi
merupakan infeksi masa puerperium yang paling sering ditemukan pada genetalia
eksterna.
- LukaPerinium
Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat
persalinan pada bagian perinium dimana muka janin menghadap (Prawirohardjo
S,1999).
Luka
perinium, dibagi atas 4tingkatan :
Tingkat I : Robekan
hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perinium
Tingkat II : Robekan
mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak
mengenai spingter ani
Tingkat III : Robekan
mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
Tingkat IV : Robekan
sampai mukosa rektum
B. Etiologi
·
Faktor Maternal
1. Partus presipitatus yang tidak
dikendalikan dan tidak ditolong
2. Pasien tidak mampu berhenti mengejan
3. Partus diselesaikan secara
tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.
4. Edema dan kerapuhan pada perineum
5. Varikositas vulva yang melemahkan
jaringan perineum
6. Arcus pubis sempit dengan pintu
bawah panggul yang sempit pula sehingga
7. menekan kepala bayi ke arah
posterior.
8. Peluasan episiotomi
·
Faktor-faktor janin :
1. Bayi yang besar
2. Posisi kepala yang abnormal,
misalnya presentasi muka dan occipitoposterior
3. Kelahiran bokong
4. Ekstrasksi forceps yang sukar
5. Dystocia bahu
6. Anomali congenital, seperti
hydrocephalus.
C. Klasifikasi Robekan Jalan Lahir
& Perinium
1. Vagina
Perlukaan vagina sering terjadi
sewaktu :
a. Melahirkan janin dengan cnam.
b. Ekstraksi bokong
c. Ekstraksi vakum
d. Reposisi presintasi kepala janin,
umpanya pada letak oksipto posterior.
e. Sebagai akibat lepasnya tulang
simfisis pubis (simfisiolisis) bentuk robekan vagina bisa memanjang atau
melintang.
Komplikasi robekan vagina antara
lain :
a. Perdarahan pada umumnya pada luka
robek yang kecil dan superfisial terjadi perdarahan yang banyak, akan tetapi
jika robekan lebar dan dalam, lebih-lebih jika mengenai pembuluh darah dapat
menimbulkan perdarahan yang hebat.
b. Infeksi jika robekan tidak ditangani
dengan semestinya dapat terjadi infeksi bahkan dapat timbul septikami.
Perlukaan pada dinding depan vagina
sering kali terjadi terjadi di sekitar orifisium urethrae eksternum dan
klitoris. Perlukaan pada klitoris dapat menimbulkan perdarahan banyak.
Kadang-kadang perdarahan tersebut tidak dapat diatasi hanya dengan jahitan,
tetapi diperlukan penjepitan dengan cunam selama beberapa hari.
Robekan pada vagina dapat bersifat
luka tersendiri, atau merupakan lanjutan robekan perineum. Robekan vagina
sepertiga bagian atas umumnya merupakan lanjutan robekan serviks uteri. Pada
umumnya robekan vagina terjadi karena regangan jalan lahir yang
berlebih-lebihan dan tiba-tiba ketika janin dilahirkan. Baik kepala maupun bahu
janin dapat menimbulkan robekan pada dinding vagina. Kadang-kadang robekan
terjadi akibat ekstraksi dengan forceps. Bila terjadi perlukaan pada dinding
vagina , akan timbul perdarahan segera setelah jalan lahir. Diagnosa ditegakkan
dengan mengadakan pemeriksaan langsung. Untuk dapat menilai keadaan bagian
dalam vagina, perlu diadakan pemeriksaan dengan speculum. Perdarahan pada
keadaan ini umumnya adalah perdarahan arterial sehingga perlu dijahait.
Penjahitan secara simpul dengan benang catgut kromik no.0 atau 00, dimulai dari
ujung luka sampai luka terjahit rapi.
Pada luka robek yang kecil dan
superfisal, tidak diperlukan penanganan khusus pada luka robek yang lebar dan
dalam, perlu dilakukan penjahitan secara terputus-putus atau jelujur.
Bisanya robekan pada vagina sering
diiringi dengan robekan pada vulva maupun perinium. Jika robekan mengenai
puncak vagina, robekan ini dapat melebar ke arah rongga panggul, sehingga kauum
dougias menjadi terbuka. Keadaan ini disebut kolporelasis. Kolporeksis adalah
suatu keadaan dimana menjadi robekan pada vagina bagian atas, sehingga sebagian
serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini dapat
memanjang dan melintang.
2. Perlukaan Vulva
Perlukaan vulva terdiri atas 2 jenis
yaitu :
a. Robekan Vulva
Perlukaan
vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan
sering terlihat robekan. Robekan kecil pada labium minus, vestibulum atau
bagianbelakang vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan
perdarahan banyak, tidak perlu dilakkan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka
robekan terjadi pada pembuluh darah, lebih-lebih jika robekan terjadi pada
pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan penghentian perdarahan dan
penjahitan luka robekan. Luka-luka robekan diahit dengan catgut secara
terputus-putus ataupun secara jelujur. Jika luka robekan terdapat di sekitar
orifisium uretra atau diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum
dilakukan penjahitan, dipasang dulu kateter tetap.
b. Hematoma Vulva
Terjadinya
robekan vulva disebabkan oleh karena robeknya, pembuluh darah terutama vena
yang terikat di bawah kulit alat kelamin luar dan selaput lendir vagina.
Hal ini dapat terjadi pada kala pengeluaran, atau setelah
penjahitan luka robekan yang senbrono atau pecahnya vasises yang terdapat di
dinding vagina dan vuluz. Sering terjadi bahwa penjahitan luka episiotomi yang
tidak sempurna atau robekan pada dinding vagina yang tidak dikenali merupakan
sebab terjadinya hematome. Tersebut apakah ada sumber perdarahan. Jika ada,
dilakukan penghentian perdarahan. Perdarahan tersebut dengan mengikat pembuluh
darah vena atau arteri yang terputus. Kemudian rongga tersebut diisi dengan
kasa streil sampai padat dengan meninggalkan ujung kasa tersebut di luar.
Kemudian luka sayatan dijahit dengan jahitan terputus-putus atau jahitan
jelujur. Dalam beberapa hal setelah summer perdarahan ditutup, dapat pula
dipakai drain.
3. Serviks Uteri
Bibir serviks uteri merupakan
jaringan yang mudah mengalami perlukaan saat persalinan karena perlukaan itu
portio vaginalis uteri pada seorang multipara terbagi menjadi bibir depan dan
belakang. Robekan serviks dapat menimbulkan perdarahan banyak khususnya bila
jauh ke lateral sebab di tempat terdapat ramus desenden dari arateria uterina.
Perlukaan ini dapat terjadi pada persalinan normal tapi lebih sering terjadi
pada persalinan dengan tindakan – tindakan pada pembukaan persalinan belum
lengkap. Selain itu penyebab lain robekan serviks adalah persalinan
presipitatus. Pada partus ini kontraksi rahim kuat dan sering didorong keluar
dan pembukaan belum lengkap. Diagnose perlukaan serviks dilakukan dengan
speculum bibir serviks dapat di jepit dengan cunam atromatik. Kemudian
diperiksa secara cermat sifat- sifat robekan tersebut. Bila ditemukan robekan
serviks yang memanjang, maka luka dijahit dari ujung yang paling atas, terus ke
bawah. Pada perlukaan serviks yang berbentuk melingkar, diperiksa dahulu apakah
sebagian besar dari serviks sudah lepas atau tidak. Jika belum lepas, bagian
yang belum lepas itu dipotong dari serviks, jika yang lepas hanya sebagian
kecil saja itu dijahit lagi pada serviks. Perlukaan dirawat untuk menghentikan
perdarahan.
4. Korpus uteri
Perlukaan yang paling berat pada
waktu persalianan ialah robekan uterus. Robekan ini dapat terjadi pada waktu
kehamilan atau pada waktu persalianan, namun yang paling sering terjadi ialah
robekan ketika persalinan. Mekanisme terjadinya robekan uterus bermacam-macam.
Ada yang terjadi secara spontan, dan ada pula yang terjadi akibat ruda paksa.
Lokasi robekan dapat korpus uteri atau segmen bawah uterus. Robekan bisa
terjadi pada tempat yang lemah pada dinding uterus misalnya pada parut bekas
operasi seksio sesarea atau bekas miomektomi. Robekan bisa pula terjadi tanpa
ada parut bekas operasi, apabila segmen bawah uterus sangat tipis dan regang
karena janin megalami kesulitan untuk melalui jalan lahir. Robekan uterus
akibat ruda paksa umumnya terjadi pada persalinana buatan , misalnya pada
estrasi dengan cunam atau pada versi dan ekstrasi. Dorongan Kristeller bila
tidak dikerjakan sebagaimana mestinya dapat menimbulkan robekan uterus. Secara
anatomi robekan uterus dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
•
Robekan inkomplet, yakni robekan yang mengenai endometrium
dan miometrium tetapi perimetrium masih utuh.
•
Robekan komplet, yakni robekan yang mengenai endometrium,
miometrium dan perimetrium sehingga terdapat hubungan langsung antara kavum
uteri dan rongga perut. Robekan uterus komplet yang terjadi ketika persalianan
berlangsung menyebabakan gejala yang khas yaitu nyeri perut mendadak, anemia,
syok dan hilangnya kontraksi. Pada keadaan ini detak jantung janin tidak
terdengar lagi, serta bagian-bagian janin dengan mudah dapat teraba dibawah
dinding perut ibu.
5. Uterus
Ruptura uteri disebabkan oleh his
yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah, nyeri
waktu ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan pernafasan cepar,
cincin van bandi meninggi. Setelah terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala
syok, perdarahan (bisa keluar melalui vagina atau pun ke dalam rongga perut),
pucat, nadi cepat dan halus, pernafasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun.
Pada palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba langsung di bawah dinding
perut, ada nyeri tekan, dan di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira
sebesar kepala bayi. Umumnya janin sudah meninggal. Jika kejadian ruptura uteri
lebih lama terjadi, akan timbul gejala-gejala metwarisme dan defenci musculare
sehingga sulit untuk dapat meraba bagian janin.
Ruptur uteri dibedakan menjadi dua
yaitu:
a. Ruptura uteri spontan. Ruptura uteri
spontan dapat terjadi pada keadaan di mana terdapat rintangan pada waktu
persalinan, yaitu pada kelainan letak dan presentasi janin, disproporsi
sefalopelvik, vanggul sempit, kelainan panggul, tumor jalan lahir.
b. Ruptura uteri traumatik dalam hal
ini reptura uteri terjadi oleh karena adanya lucus minoris pada dinding uteus
sebagai akibat bekas operasi sebelumnya pada uterus, seperti parut bekas seksio
sesarea, enukkasi mioma/meomektomi, histerotomi, histerorafi, dan lain-lain.
Reptura uteri pada jaringan parut ini dapat dijumpai dalam bentuk tersembunyi
(occult) yang dimaksud dengan bentuk nyata/jelas adalah apabila jaringan perut
terbuka seluruhnya dan disertai pula dengan robeknya ketuban, sedang pada
bentuk tersembunyi, hanya jaringan perut yang terbuka, sedang selaput ketuban
tetap utuh.
Secara anatomik reptura uteri dibagi
atas :
a. Reptura uteri komplit. Dalam hal ini
selain dinding uterus robek, lapisan serosa (pertoneum) juga robek sehingga
janin dapat berada dalam rongga perut.
b. Reptura uteri inkomplit dalam hal
ini hanya dinding uterus yang robek, sedangkan lapisan serosa tetap utuh.
Ruptura uteri merupakan malapetaka
untuk ibu maupun janin oleh karena itu tindakan pencegahan sangat penting
dilakukan setiap ibu bersalin yang disangka akan mengalami distosia, karena
kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan operatif pada uterus
seperti seksio sesarea, memektomi dan lain-lain, harus diawali dengan cermat.
Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika timbul
gejala-gejala ruptura uteri membakar, sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya
pada waktu yang tepat.
Pertolongan yang tepat untuk ruptura
uteri adalah laporotomi sebelumnya penderita diberi trasfusi darah atau
sekurang-kurangnya infus cairan garam fisiologik/ringer laktat untuk mencegah
terjadinnya syok hipovolemik. Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang
berada dalam rongga perut dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan
pada kasus-kasus khusus, dimana pinggir robekan masih segar dan rata, serta
tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat jaringan yang
rapuh dan nekrosis. Histerorofi pada ibu-ibu yang sudah mempunyai cukup anak
dianjurkan untuk dilakkan pula tubektomi pada kedua tuba (primary), sedang bagi
ibu-ibu yang belum mempunyai anak atau belum merasa lengkap keluarganya
dianjurkan untuk orang pada persalinan berikutnya untuk dilakukan seksio
sesaria primer.
6. Robekan Perineum
Karena beberapa faktor baik secara
maternal maupun dari fakto bayi saat persalinan, dapat menyebabkan terjadinya
robekan pada perinium. Robekan pada perinium dapat dibagi menjadi 3 derajat
atau tingkatan, yaitu:
a. Tingkat I
Robekan
terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
b. Tingkat II
Robekan
mengenai selaput lendir vagina tetapi tidak mengenai otot sfingerani.
c. Tingkat III
Robekan
mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani
d. Tingkat IV
Robekan
mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rectum.
D. Penatalaksanaan
Robekan perineum yang melebihi tingkat satu harus dijahit.
Hal ini dapat dilakukan sebelum plasenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan
plasenta harus dilakukan secara manual, tetapi lebih baik tindakan itu ditunda
sampai plasenta lahir. Pasien dianjurkan untuk berbaring dalam posisi litotomi
dilakukan pembersihan luka dengan cairan antiseptic dan luas robekan ditentukan
dengan seksama.
Pada robekan perineum tingkat dua, setelah di beri anestesi
local otot-otot diafragma urogenetalis dihubungkan di garis tengah dengan
jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan
mengikutsertakan jaringan- jaringan di bawahnya.
Menjahit robekan tingkat tiga harus dilakukan dengan teliti,
mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian vasia prarektal
ditutup dan muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya
dilakukan penutupan robekan perineum tingkat dua.
Penatalaksanaan
Medis
PENJAHITAN
ROBEKAN SERVIKS
- Tinjau
kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan anti septik ke vagina
dan serviks
- Berikan
dukungan dan penguatan emosional. Anastesi tidak dibutuhkan pada sebagian
besar robekan serviks. Berikan petidin dan diazepam melalui IV secara
perlahan (jangan mencampur obat tersebut dalam spuit yang sama) atau
gunakan ketamin untuk robekan serviks yang tinggi dan lebar
- Minta
asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut untuk membantu
mendorong serviks jadi terlihat
- Gunakan
retraktor vagina untuk membuka serviks, jika perlu
- Pegang
serviks dengan forcep cincin atau forcep spons dengan hati–hati. Letakkan
forcep pada kedua sisi robekan dan tarik dalam berbagai arah secara
perlahan untuk melihat seluruh serviks. Mungkin terdapat beberapa robekan.
- Tutup
robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik
atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi atas robekan) yang
seringkali menjadi sumber pendarahan.
- Jika
bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur
menggunakan benang catgut kromik atau poliglikolik 0.
- Jika
apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks dengan forcep arteri
atau forcep cincin. Pertahankan forcep tetap terpasang selama 4 jam.
Jangan terus berupaya mengikat tempat pendarahan karena upaya tersebut
dapat mempererat pendarahan. Selanjutnya :
- Setelah
4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan dikeluarkan.
- Setelah
4 jam berikutnya, keluarkan seluruh forcep.
PENJAHITAN
ROBEKAN VAGINA DAN PERINIUM
Terdapat
empat derajat robekan yang bisa terjadi saat pelahiran, yaitu :
Tingkat I : Robekan hanya pada
selaput lender vagina dan jaringan ikat
Tingkat II : Robekan
mengenai mukosa vagina, jaringan ikat, dan otot dibawahnya tetapi tidak mengenai
spingter ani
Tingkat III : Robekan
mengenai trnseksi lengkap dan otot spingter ani
Tingkat IV : Robekan
sampai mukosa rectum.
PENJAHITAN
ROBEKAN DERAJAT I DAN II
Sebagian
besar derajat I menutup secara spontan tanpa dijahit.
- Tinjau
kembali prinsip perawatan secara umum.
- Berikan
dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lidokain.
- Minta
asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.
- Periksa
vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
- Jika
robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk memastikan bahwa tidak
terdapat robekan derajat III dan IV.
- Masukkan
jari yang memakai sarung tangan kedalam anus
- Angkat
jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.
- Periksa
tonus otot atau kerapatan sfingter
- Ganti
sarung tangan yang bersih, steril atau DTT
- Jika
spingter cedera, lihat bagian penjahitan robekan derajat III dan IV.
- Jika
spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan
PENJAHITAN
ROBEKAN PERINEUM DERAJAT III DAN IV
Jahit
robekan diruang operasi
- Tinjau
kembali prinsip perawatan umum
- Berikan
dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lidokain.
Gunakan blok pedendal, ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan dapat
dilakukan menggunakn anastesi lokal dengan lignokain dan petidin serta
diazepam melalui IV dengan perlahan ( jangan mencampurdengan spuit yang
sama ) jika semua tepi robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang
terjadi.
- Minta
asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.
- Periksa
vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
- Untuk
melihat apakah spingter ani robek.
-
Masukkan jari yang memakai sarung
tangan kedalam anus
-
-Angkat jari dengan hati-hati dan
identifikasi sfingter.
-
-Periksa permukaan rektum dan
perhatikan robekan dengan cermat.
- Ganti
sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT
- Oleskan
larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan materi fekal, jika ada.
- Pastikan
bahwa tidak alergi terhadap lignokain atau obat-obatan terkait.
- Masukan
sekitar 10 ml larutan lignokain 0,5 % kebawah mukosa vagina, kebah kulit
perineum dan ke otot perinatal yang dalam.
- Pada
akhir penyuntikan, tunggu selama dua menit kemudian jepit area robekan dengan
forcep. Jika ibu dapat merasakan jepitan tsb, tunggu dua menit lagi
kemudian lakukan tes ulang.
- Jahit
rektum dengan jahitan putus-putus menggunakan benang 3-0 atau 4-0 dengan
jarak 0,5 cm untuk menyatukan mukosa.
- Jika
spingter robek
-
Pegang setiap ujung sfingter dengan
klem Allis ( sfingter akan beretraksi jika robek ).
-
Selubung fasia disekitar sfingter
kuat dan tidak robek jika ditarik dengan klem.
-
Jahit sfingter dengan dua atau tiga
jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0.
- Oleskan
kembali larutan antiseptik kearea yang dijahit.
- Periksa
anus dengan jari yang memakai sarung tangan untuk memastikan penjahitan
rektum dan sfingter dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti sarung
tangan yang bersih, steril atau yang DTT.
- Jahit mukosa
vagina, otot perineum dan kulit.
DAFTAR
PUSTAKA
Moore,
Hacker. 2007. Esensial Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta: Hipokrates
Prawiroharjo,
Sarwono. 2008. Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Varney,
Helen. 2006. Asuhan Kebidanan.
Jakarta: ECG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar